Rabu, 05 Maret 2014

Fiksi: Si Rumit [2]

di ruangan itu ada meja lebar, biasa aku dan semua saudaraku buat sekedar main laptop atau ngopi kalau diluar lagi ujan dan gak bisa duduk di taman depan. tapi hari itu yang bikin beda aku duduk berhadapan sama si rumit. dia lagi sibuk ngerjain tugas, aku pun begitu. tapi pura-pura. biar dikiranya rajin. aku cuman pengen duduk kaya gini terus, liatin dia diem-diem, berulang-ulang. nikmatin sesuatu dan seseorang yang gak terjelaskan ini.

beberapa kali aku ketangkep basah ngeliatin dia. tapi dia gak komentar apa-apa. dia malah kasih senyum, senyumannya seger. mungkin karena itu senyuman pertama dia di hari itu. dan sungguh, senyumnya manis bangeeet. dan kayanya juga kalau senyumnya dibawa ke medan perang di irak bisa buat perang sama amerika berhenti. kebayang kan kerennya kaya apa?


pas gak sengaja kita berdua saling menatap, dari mataya aku berhayal di masa lalu aku sama dia itu sepasang tardigrade. katanya, kami itu mahluk paling tua di bumi dan masih hidup sampe sekarang bahkan mungkin satu milyar tahun ke depan. ukuran kami sangat kecil, sampe sulit diliat pake mata biasa. kami berdua selalu berada dimanapun: dasar samudra, puncak himalaya, pantai atau di ujung kutub utara dan selatan.
 
uniknya lagi sepasang tardigrade bisa hidup sangat lama dan dalam keadaan ekstrim sekalipun. bisa kami berdua mampu hidup tanpa air dan dengan suhu berapapun bahkan dengan radiasi sekuat yang manusia pernah tau. pernah kami di bawa ke luar angkasa untuk diuji daya tahan tubuh kami di ruang hampa udara dan terpapar sinar kosmik. jadi, kalau ada perang nuklir atau bencana alam cuman kami, sepasang tardigrade, yang bisa tetap hidup tanpa cela.

senang rasanya kalau kami berdua bisa mengulang hidup seperti di masa lalu. tapi sebagai sepasang manusia. di atas itu adalah foto kami berdua waktu menjadi tardigrade, jelek ya wajahnya? tapi siapa sangka kalau kami bisa hidup berdua dengan cobaan seberat apapun?

biar gak sepi, karena aku pun diem-dieman aja gak ngobrol sama dia, aku niat buat muter lagu. tapi kayaknya ga mungkin lagu yang kusuka, karena hampir pasti beda selera. makannya aku tanya dia waktu itu tentang lagu yang dia suka, dia bilang lagu kesukaannya a whole new world, lagu yang ada di film disney: alladin. terus aku tanya lagi lagu lainnya dia bilang, gak ada. itu aja. sampe aku nulis ini, sekarang. aku masih terus berusaha buat bisa mainin gitar dari lagu itu, tapi susaaah. tapi harus bisaaa.

tiba-tiba dia bangun dari duduknya, ambil tas, bergegas tapi gak tergesa. aku tau, tinggal beberapa detik lagi aku bakal duduk sendirian di sini. ah, waktu emang gak pernah berlimpah. satu jam dia udah duduk di depanku. sayangnya, satu jam itu kenapa cuman 60 menit? kenapa bukan 7845 menit? sebelum dia pergi, aku harus pastiin, kalau aku kuat buat merindu sampe waktu bisa ketemu dia lagi selanjutnya.

setelah itu dia pamit, gak lupa ucap salam. sambil senyum yang terakhir buatku di hari itu. lalu muncul dialog imajiner dari kepalaku, seakan si rumit bilang: gak apa kan kalau kamu harus nunggu lagi? dalam hidup ini kita harus bisa sedikit merindu. tapi seperti biasa aku lupa jawab salamnya. dia marah. sedikit. aku juga gak bisa nawarin nganter pake vespaku. di luar hujan ditambah vespaku masih mogok. aku pinjemein aja payungku.

sial. mulai hari itu dia selalu buat aku kerepotan karena harus merindu, karena bingung harus ngomong ke siapa. walaupun di setiap rindu itu yang bisa bikin si rumit lebih mempesona dari pada sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar