Rabu, 26 Februari 2014

haaah..

gak bisa tidur, ih!
ada banyak kamu disitu,
di kepalaku sampe jatuh ke dadaku.

gak bisa tidur, ih!
gak sabar menanti kamu,
besok pagi datang cuman buat bangunin aku.

gak bisa tidur, ih!
masih mikirin kamu,
kaya yang peduli gitu sama aku.

 ...

akhirnya tau diri,
kayanya kamu gak gitu sama aku.

kamunya aja yang baik hati,
akunya yang terlalu percaya diri.

akhirnya tidur juga,
haaah..

Kamis, 20 Februari 2014

Esse Est Percipi (1)

Sebuah tulisan dikutip dari blog: http://doeniadevi.wordpress.com
layak sekali untuk dibaca))


Setiap usiaku bertambah satu tahun, aku selalu memasukkan tahun kehidupanku itu ke dalam sebuah kotak ‘kubus’ dengan konektor di keenam sisinya. Konektor-konektor itu berfungsi sebagai penghubung antara kubus yang satu dengan kubus yang lainnya. Sehingga walaupun kubus-kubus itu terlihat terpisah-pisah seperti permainan lego[2]tetapi jika diperlukan, maka kubus-kubus itu dapat kugabung dengan konektor, dan kutampilkan menjadi sebuah rangkaian cerita  tentang kehidupanku secara utuh. Kubus-kubus itu kemudian kumasukkan ke dalam sebuah ruang besar seperti benteng di dalam jiwaku yang kunamakan EKSISTENSI. Lalu aku mengunci benteng itu rapat-rapat, dan hanya kubuka jika aku memerlukannya.

Aku sebenarnya tak pernah benar-benar bisa paham apa hakekat eksistensi yang sesungguhnya. Dalam hitungan tahun pencarian, jawaban yang kudapatkan tentang eksistensi pada akhirnya hanya merupakan jawaban sementara yang selalu kembali berujung pada pertanyaan yang memerlukan jawaban lain yang lebih memuaskan….

Tetapi untuk sementara, aku percaya bahwa eksistensi adalah sesuatu yang muncul atau terbentuk dari persepsi seorang individu terhadap dirinya dan dunia sekitarnya. Aku bereksistensi karena aku berpersepsi bahwa aku eksis. Mirip seperti yang dikatakan Descartes[3] … Namun eksistensiku lebih kaya daripada sekedar sebuah penalaran sum ergo cogito-cogito ergo sum, karena aku mempunyai pengalaman-pengalaman lahir dan batin yang mengikatkan aku dengan eksistensi-eksistensi lain di luar eksistensiku sendiri, yang semuanya kusimpan dalam sub-eksistensi berupa kubus-kubus dengan konektor di keenam sisinya.

Kadang-kadang kukeluarkan kubus-kubus itu satu persatu secara terpisah-pisah. Kadang-kadang pula kukeluarkan dua, tiga, atau empat sekaligus… lalu kugabung dengan konektor menjadi ratusan variasi bentuk. Benar-benar persis seperti kepingan-kepingan permainanlego yang dapat kubentuk sesuka hati; dapat menjadi rumah yang memberi ketenangan, dapat menjadi batu karang yang mencoba bertahan dalam badai, menjadi sebuah forkliftyang mampu menolong kita ketika harus mengangkat sesuatu yang berat, atau kadang-kadang (jika terpaksa) kubentuk sesuai dengan persepsi orang yang sedang kuhadapi.

Aku sadar, sikapku ini seringkali membingungkan orang-orang di sekitarku. Karena kepribadianku yang sebenarnya sering menjadi tak terbaca. Karena aku pada akhirnya selalu lebih memilih untuk menutup diriku yang sebenarnya rapat-rapat, lebih memilih untuk berkompromi, dan mencoba memahami orang lain daripada meminta untuk dipahami….

Orang yang berpikiran sempit akan langsung menempeli tubuhku dengan label penderitasplit personality, atau mungkin akan menangkapku dan segara mengirimku ke rumah sakit jiwa. Namun orang-orang seperti mereka lupa ada satu hal penting yang mendasari sah atau tidaknya seseorang dianggap menderita split personality….. yaitu ada atau tidaknya kesadaran akan eksistensinya sendiri. Penderita split personality sering tidak sadar ketika salah satu pribadinya mengambil pribadi yang lain. Pribadi-pribadi itu pun biasanya memiliki namanya sendiri-sendiri, dan biasanya setiap pribadi itu kadang-kadang merasa kehilangan hari-harinya tanpa pernah mampu mengingatnya. Namun aku tidak begitu. Aku sadar dengan eksistensiku. Aku juga sadar dengan setiap sub-eksistensiku. Setiap sub-eksistensiku saling mengenal dan mampu membentuk sebuah eksistensi yang utuh dengan satu label nama saja: AKU. Dan aku mampu mengingat apa saja yang pernah kulalui mulai dari aku lahir sampai sekarang. Pendeknya kubus-kubus itu kukeluarkan secara terpisah atau secara parsial, benar-benar atas kesadaran yang penuh dan atas pemikiran yang matang. Dan aku melakukan semua itu bukan aku karena menderita split personality, melainkan karena pengalaman hidup membuatku menjadi sangat mengerti bahwa tidak semua orang mampu mendengarkan keseluruhan cerita hidup dan pemikiranku secara utuh, tak semua orang mampu memasuki ruang terkunci bernama eksistensi itu tanpa langsung menghujatku dengan berbagai kata, tudingan, dan sikap yang kasar; hujatan, tudingan, dan sikap kasar yang timbul dari pemikiran sangat sempit yang mengira bahwa sebuah kotak korek api hanyalah untuk batang-batang korek api, bukan untuk benda – benda lain. Padahal, sebuah kotak korek api pun tak selalu harus berisi batang-batang korek api. Kita bisa mengisinya dengan kerikil, manik-manik kecil, uang receh, dan sebagainya.

Pendeknya, aku tak mengijinkan sembarang orang memasuki benteng terkunci itu karena kusadari jalan hidup dan pemikiranku begitu banyak berbeda dengan manusia pada umumnya. Tak kan banyak yang bisa mengerti dan bisa menerimaku apa adanya. Aku pun tak kan pernah mau memaksakan kehendak untuk diterima apa adanya oleh semua orang. Aku akan mengucap syukur pada Tuhan jika ada yang mau menerimaku apa adanya, tetapi jika tak ada yang bisa menerimaku… aku tak kan pernah mau memaksa. Biarlah aku yang lebih banyak mengalah untuk mengerti dan memahami mereka, bukan meminta dimengerti dan dipahami…

Satu hal penting lainnya… kubus-kubus itu tak pernah kuisi dengan kedustaan peristiwa dan kedustaan pemikiran. Kubus-kubus itu hanyalah AKU. Aku yang sebenarnya…. Aku yang hanya diketahui oleh Tuhan dan jiwaku sendiri: MURNI.


Bandung, 19 September 2013, 2:35 WIB

*Selamat datang di bentengku, Rudy Febrianto
Thank you for being you.
Thank you for loving me just the way I am.
I love you with all my heart….
You are INDEED my angel… :-)


==============================================================
[1] Eksistensi adalah yang dipersepsi; sebuah ungkapan dalam Bahasa Latin, diungkapkan oleh George Berkeley, seorang filsuf dari Amerika

[2] Merk permainan rancang bangun untuk anak-anak

[3] Renee Descartes, seorang filsuf berkebangsaan Perancis. Pahamnya yang terkenal adalah sum ergo cogito, cogito ergo sum; saya ada karena saya berpikir, saya berpikir karena saya ada.

Selasa, 04 Februari 2014

Let's Go Exploring!












It may not always feel like it, and it may not always be easy to believe, but it’s true. There is treasure everywhere and it’s a magical world, so let’s go exploring!