Selasa, 24 Juni 2014

[Catper] Belajar Kenal Biospeleologi


baru aja aku selesai dari rutinitas tiap akhir semester, ujian. ah, aku bisa nyelsein semuanya tanpa merasa kesulitan. kadang nyontek sih emang, tapi gak apa, berarti masih sadar kalau aku cuman manusia, yang bukan mesin penghafal segala. sekarang aku tinggal nikmatin sisa liburan yang masih dua bulan lebih. minggu pertama liburan aku isi sama saudaraku yang lain buat belajar speleologi, dari mulai pemetaan gua sampe pada aspek biologisnya atau biospeleologi.

kami pilih tempat belajarnya di tajur, bogor. dari puluhan atau mungkin ratusan gua yang tersedia di kawasan karst tajur, kami cukup pilih dua gua aja. gua cikarae dan ciduren. untuk kesana, dari jatinangor kami naik kendaraan umum sampe ke sekre linggih alam. dari situ baru deh mulai jalan kaki nyebrang sungai tua yang lebar. padahal sih gak sulit, tapi peralatan yang kami bawa di badan itu yang buat nyebrang sungai ini jadi sedikit bahaya. air beriak tanda tak dalam, katanya. itulah pedoman sebelum melangkahkan setiap kaki-kaki kami.

gak cuman sampe situ, kami juga harus jalan panjang menurun. masalahnya setiap turunan harus diawali dengan tanjakan. gak bisa ditahan ih, keringat sebesar biji-biji jagung mengucur bebas dari permukaan kulit kami. tinggal pake sabun, cukup lah buat mandi pagi itu. sampe akhirnya kami tiba di mulut gua ciduren, basecamp kami merupakan tanah lapang yang deket banget sama gua ciduren. paling juga lima meteran jaraknya.

besok paginya kami (mereka) bangun subuh buat siapin peralatan pemetaan: kompas, klinometer, meteran dan alat tulis. untuk peralatan penelitian: sendok, kuas, pinset, sarung tangan, jaring kelelawar dan botol spesimen. biospeleologi ini bisa dibilang hal baru buat kami, karena sebelumnya, setiap penelusuran gua cuman sebatas pemetaan aja. padahal kami juga tau tentang eksistensi fauna yang hidup di dalam gua.

fauna yang hidup di gua itu unik karena di dalam gua hampir tidak ada cahaya matahari yang masuk, walaupun ada zona dimana masih terlihat remang cahaya. tapi kalau udah masuk sampe kedalaman puluhan meter, lorong yang sempit dan berkelok, yang ada cuman gelap abadi. karena alesan ini, kondisi gua bisa memicu terjadinya evolusi fauna  secara fisiologi dan morfologi untuk bisa beradaptasi dan bertahan hidup di dalam gua. contohnya arthropoda, jenis ini yang akan kami jadikan bahan penelitian.

salah satu jenis arthropoda yang ada di dalam gua adalah jangkrik. jangkrik ini telah mengalami evolusi. berbeda dengan yang biasa kita temukan di kebun, jangkrik ini mereduksi organ tubuhnya, khususnya penglihatannya. karena kondisi yang gelap, organ penglihatan tidak akan berfungsi sehingga menyebabkan perkembangan organ lain untuk menggantikannya, yaitu antena untuk meraba. bedanya antenanya bisa jauh lebih panjang dari panjang tubuhnya. dan ini baru jangkrik aja, belum fauna yang lain, dari ukuran besar sampe ke mikro.

dengan kondisi lingkungan yang unik dan ekstrim seperti itu. jadi, wajar aja kalau fauna gua memiliki tingkat endemisme yang tinggi.


menggunakan teknik koleksi langsung, mulai dari mulut gua sampe ujung gua, kami mulai mengambil spesimen yang dicari. jalan perlahan sambil pasang mata pada dinding dan lantai gua juga genangan air. secara teoritis untuk koleksi spesimen berukuran besar bisa langsung pake tangan, kalau sedang pake pinset, dan yang kecil pake kuas halus. dan untuk di genangan air pake sendok. tapi, pada akhirnya kami improvisasi sendiri, gak melulu sesuai teori.

beberapa spesimen yang berhasil kami dapat, diantaranya: kalacemeti, jangkrik, kaki seribu, udang dan kepiting. dan dengan susah payah, kami juga mendapatkan satu ekor kelelawar yang kami duga dari keluarga rhinolhopus karena punya lipatan hidung yang khas (noseleaf). semua spesimen yang kami dapet langsung dimasukan ke botol atau toples yang udah diisi alkohol untuk dipreservasi. dan untuk kelelawar harus disuntik mati lebih dulu. kalau belum selsai diidentifikasi saat dilapangan, kami inden saat nanti di sekre dengan studi literatur.

yang mengesankan dari latihan penelitian ini adalah ikut tereduksinya rasa takutku akan gelapnya gua dan lubang-lubang sempit, karena merasa penelitian ini bisa merubah gua menjadi laboratorium bawah tanah yang gak ngebosenin, justru menyenangkan. setelah evaluasi akhir kegiatan, kami jadi tau kekurangan yang harus diperbaiki nanti untuk melakukan penelitian sebenarnya di sepuluh gua, di kecamatan klapanunggal. semoga pembelajaran kali ini bisa bermanfaat, kalau gak, ya dimanfaatin aja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar